Rabu, 19 Desember 2018

PEMIKIRAN EKONOMI AL-SYAIBANI


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Larat Belakang
Abu Abdillah Muhammad bin Al-Hasan bin Farqad Al-Syaibani lahir pada tahun 132 H (750 M) di kota Wasith, ibukota Irak pada masa akhir pemerintahan Bani Umawiyyah. Ayahnya berasal dari negeri Syaiban diwilayah jazirah Arab.Bersama orang tuanya, Al-Syaibani pindah kekota Kuffah yang ketika itu merupakan salah satu pusat kegiatan ilmiah. Di kota tersebut, ia belajar fiqih, sastra, bahasa, dan hadits kepada para ulama setempat, seperti Mus’ar bin Kadam, Sufyan Tsauri, Umar bin Dzar, dan Malik bin Mughul. Pada periode ini pula, Al-Syaibani yang baru berusia 14 tahun berguru kepada Abu Hanifah selama 4 tahun, yakni sampai nama yang terakhir meninggal dunia. Seteah itu, ia berguru kepada Abu Yusuf, salah seorang murid terkemuka dan pengganti Abu Hanifah, sehingga keduanya tercatat sebagai penyebut mazhab Hanafi.[1]
Dalam menuntut ilmu, Al-Syaibani tidak hanya berinteraksi dengan para ulama ahl al-ra’yi, tetapi juga ulama ahl al-hadits.Ia layaknya para ulama terdahulu, berkelana keberbagai tempat, seperti Madinah, Makkah, Syirya, Basrah, dan Khurasan untuk belajar kepada para ulama besar, seperti Malik bin Anas, Sufyan bin ‘Uyainah dan Auza’i. ia juga pernah bertemu dengan Al-Syafi’i ketika belajar al-Muwattah pada Malik bin Anas. Hal tersebut memberikan nuansa baru dalam pemikiran fiqihnya.Al-Syaibani menjadi lebih banyak mengetahui berbagai hadits yang luput dari perhatian Abu Hanifah. Dari keluasan pendidikannya ini ia mampu mengombinasikan antara aliran ahl al-ra’yi di Irak dengan ahl al-hadits di Madinah.[2]
Setelah memperoleh ilmu yang memadai, Al-Syaibani kembali ke Baghdad yang pada saat itu telah berada dalam kekuasaan Daulah Bani Abbasiyah. Ditempat ini ia mempunyai peranan penting dalam majelis ulama dan kerap didatangi para penuntut ilmu. Hal tersebut semakin mempermudahnya dalam mengembangkan mazhab Hanafi, apa lagi ditunjang kebijakan pemerintah saat itu yang menetapkan mazhab Hanafi sebagai mazhab Negara. Berkat keluasan ilmunya tersebut, setelah Abu Yusuf meninggal dunia, khalifah Harun Al-Rasyid mengangkatnya sebagai hakim di kotaRiqqah, Irak. Namun, tugas ini hanya berlangsung singkat karena ia kemudian mengundurkan diri untuk lebih berkosentrasi pada pengajaran dan penulisan fiqih. Al-Syaibani meninggal dunia pada tahun 189 H (804 M) di kota al-Ray dekat Teheran dalam usia 58 tahun.[3]
B.   Rumusan Masalah
1.      Sebutkan karya-karya Al-Syaibani?
2.      Bagaimana konsep pemikiran ekonomi Al-Syaibani?
C.  Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui karya-karya Al-Syaibani.
2.      Untuk mengetahui konsep pemikiran ekonomi Al-Syaibani.



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Karya-Karya Al-Syaibani
Dalam menuliskan pokok-pokok pemikiran fiqihnya, Al-Syaibani menggunakan istishan sebagai metode ijtihadnya.Ia merupakan sosok ulama yang sangat produktif. Kitab-kitabnya dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan, yaitu:
  1. Zhahir al-Riwayah, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan Abu Hanifah, seperti al-Mabsut, al-Jami’ al-Kabir, al-Jami’ al-Shaghir, al-Siyar al-Kabir, al-siyar Shaghir, dan al-Ziyadat. Kesemuanya ini dihimpun Abi Al-Fadhl Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad Al-Maruzi (w. 334 H/ 945 M) dalam satu kitab yang berjudul al-Kafi.
  2. Al-Nawadir, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pandangannya sendiri seperti Amali Muhammad fi al-Fiqh, al-Ruqayyat, al-Makharij fi al-Hiyalm al-Radd ‘ala Ahl Madinah, al-Ziyadah, al-Atsar, dan al-Kasb.[4]
B.   Pemikiran Ekonomi Al-Syaibani
Dalam mengungkapkan pemikiran ekonomi Syaibani, para ekonom Muslim banyak merujuk pada kitab al-Kasb sebuah kitab yang lahir sebagai respon penulis terhadap sikap zuhud yang tumbuh dan berkembang pada abad kedua Hijriyah. Secara keseluruhan, kitab ini mengemukakan kajian ,mikroekonomi yang berkisar pada teori kasb (pendapatan) dan sumber-sumbernya serta pedoman perilaku produksi dan konsumsi. Kitab tersebut termasuk kitab pertama di dunia Islam yang membahas permasalahan ini.oleh karena itu tidak berlebihan bila Dr. Al-Janidal menyebut Al-Syaibani sebagai salah seorang perintis ilmu ekonomi Islam.[5]
1.      Al-Kasb (kerja)
Al-Syaibani mendefinisikan al-Kasb sebagai mencari perolehan harta melalui berbagai cara yang halal. Dalam ilmu ekonomi, aktivitas demikian termasuk dalam aktivitas produksi.Dalam ekonomi Islam, tidak semua aktivitas yang menghasilkan barang atau jasa disebut sebagai aktivitas produksi, karena aktivitas produksi sangat terkait erat dengan halal haramnya suatu barang atau jasa dan cara memperolehnya. Dengan kata lain, aktivitas menghasilkan barang dan jasa yang halal saja yang dapat diebut sebagai aktivias produksi. Produksi dilakukan karena barang atau jasa itu memepunayi utilitas (nila-guna).Islam memandang bahwa suatu barang atau jasa mempunyai nilai-guna jika mengandung kemaslahatan. Seperti yang diungkapkan oleh Syaibani kemslahatan hanya dapat dicapai dengan memlihara limaunsur pokok kehidupan yaitu agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.[6]
Pandangan Islam tersebut tentu jauh berbeda dengan konsep ekonomi konvensional yang menganggap bahwa suatu barang atau jasa mempunayi nilai-guna selama masih ada orang yang menginginkannya.Dalam pandangan Islam aktivitas produksi merupakan bagian dari kewajiban ‘imaratul kaum yakni menciptakan kemakmuran semesta untuk semua makhluk.Berkenaan dengan hal tersebut Syaibani mengaskan bahwa kerja yang merupakan unsur utama produksi mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam kehidupan karena menunjang pelaksanaan ibadah kepada Allah swt. Disamping itu Syaibani juga mneyatakan bahwa bekrja merupakan ajaran para Rasul terdahulu dan kaum Muslimin diperintahkan untuk meneladani cara hidup mereka.[7]
2.      Kekayaan dan Kefakiran
Setelah membahas kasbfokus perhatian Syaibani tertuju pada permasalahan kaya dan fakir.Menurutnya sekalipun banyak dalil yang menunjukkan keutamaan sifat-sifat kaya, sifat-sifat fakir mempunyai kedudukan yang lebih tinggi.Ia menayatakan bahwa apabila manusia telah merasa cukup dari apa yang dibutuhkan kemudian bergegas pada kebijakan, sehingga mencurahkan perhatian pada urusan akhiratnya, adalah lebih baik bagi mereka. Dalam konteks ini, sifat-sifat fakir diartikannya sebagai kondisi yang cukup (kifayah), bukan kondisi papah dan meminta-minta (kafafah).Dengan demikian, pada dasarnya Al-Syaibani menyerukan agar manusia hidup dalam kecukupan, baik untuk diri sendiri maupun keluarganya. Disisi lain ia berpendapat bahwa sifat-sifat kaya berpotensi membawa pemiliknya hidup dalam kemewahan. Sekalipun begitu ia tidak menetang gaya hidup yang lebih cukup selama kelebihan tersebut hanya dipergunakan untuk kebaikan.[8]
3.      Klasifikasi Usaha-Usaha Perekonomian
Menurut Al-Syaibani usaha-usaha perekonomian terbagi atas empat macam, yaitu sewa-menyewa, perdagangan, pertanian, dan perindustrian.Sedangkan para ekonom kontemporer membagi menjadi tiga yaitu pertanian, perindustrian, dan jasa. Al-Syaibani lebih mengutamakan usaha pertanian dari pada usaha yang lain. Menurutnya, pertanian memproduksi berbagai kebutuhan dasar manusia yang sangant menunjang dalam melaksanakan berbagai kewajibannya.Dari segi hukum, Syaibani membagi usaha-usaha perekonomian menjadi dua, yaitu fardu kifayah dan fardu ‘ain. Berbagai usaha perekonomian dihukum fardu kifayah apabila telah ada orang yang mengusahakannya atau menjalankannya, roda perekonomian akan terus berjalan, dan jika tidak seorangpun menjalankannya maka tanah roda perekonomian akan hancur beranktakan yang berdampak pada semakin banyknya orang yang hidup dalam kesengsaraan.[9]
Berbagai usaha perekonomian dihukum fardu ‘ain karena usaha-usaha perekonomian itu mutlak dilakukan oleh seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan kebutuhan orang yang ditanggungnya. Bila tidak dilakukan usaha-usaha perekonomian, kebutuhan dirinya tidakakan terpenuhi begitupun dengan orang yang ditanggungnya sehimgga akan menimbulkan kebinasaan bagi dirinya dan orang yang ditanggungnya.[10]
4.      Kebutuhan-Kebutuhan Ekonomi
Al-Syaibani mengatakan bahwa sesungguhnya Allah menciptakan anak-anak Adam sebagai suatu ciptaan yang tubuhnya tidak akan berdiri kecuali dengan empat perkara yaitu, makan, minum, pakaian dan tempat tinggal. Para ekonom yang lain mengatakan bahwa keempat hal itu adalah tema ilmu ekonomi. Jika keempat hal tersebut tidak pernah diusahakan untuk dipenuhi, ia akan masuk neraka karena manusia tidak akan dapat hidup tanpa keempat hal tersebut.[11]
5.      Spesialisasi dan Distiribusi Pekerjaan
Al-Syaibani menyatakan bahwa manusia dalam hidupnya selalu membutuhkan orang lain. Seseorang tidak akan menguasai semua hal yang dibutuhkan sepanjang hidupnya, dan kalaupun manusia berusaha keras usia akan membatasi dirinya. Dalam hal ini kemaslahatan hidup manusia sangat tergantung padanya. Oleh karena itu Allah SWT memberikan kemudahan pada setiap orang untuk menguasai pengetahuan salah satu diantaranya, sehingga manusia dapat bekerja sama dalam memenuhi kebutuhannya. Lebih lanjut Syaibani menandaskan bahwa seorang yang fakir membutuhkan seorang yang kaya, sedang yang kaya membutuhkan tenaga orang miskin. Dari hasil tolong-menolong tersebut, manusia akan semakin mudah dalam menjalankan aktivitas ibadah kepada Allah SWT. Lebih lanjut Syaibani menyatakan bahwa apabila seseorang bekerja dengan niat melaksanakan ketaatan kepada Allah atau membantu saudaranya untuk melaksanakan ibadah kepada Allah, pekerjaan tersebut niscaya akan diberi ganjaran sesuai denganniatnya.[12]


BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Karya-Karya Al-Syaibani:
·         Zhahir al-Riwayah, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pelajaran yang diberikan Abu Hanifah, seperti al-Mabsut, al-Jami’ al-Kabir, al-Jami’ al-Shaghir, al-Siyar al-Kabir, al-siyar Shaghir, dan al-Ziyadat. Kesemuanya ini dihimpun Abi Al-Fadhl Muhammad ibn Muhammad ibn Ahmad Al-Maruzi (w. 334 H/ 945 M) dalam satu kitab yang berjudul al-Kafi.
·         Al-Nawadir, yaitu kitab yang ditulis berdasarkan pandangannya sendiri seperti Amali Muhammad fi al-Fiqh, al-Ruqayyat, al-Makharij fi al-Hiyalm al-Radd ‘ala Ahl Madinah, al-Ziyadah, al-Atsar, dan al-Kasb.
2.      Pemikiran ekonomi Al-Syaibani:
Ø  Al-Kasb (Kerja)
Ø  Kekayaan dan kefakiran
Ø  Klasifikasi usaha-usaha perekonomian
Ø  Kebutuhan-kebutuhan ekonomi
Ø  Spesialisasi dan distribusi pekerjaan
B.  Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, kami menyadari masih banyak kekurangan dalam hal penulisan maupun isi makalah. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami harapkan demi kesempurnaan penulisan makalah selanjutnya yang lebih baik. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita. Amin.





DAFTAR PUSTAKA
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam,  Jakarta, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997
Karim Adiwarman Azwar, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam,  Jakarta , PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Bakri Asafri Jaya, Konsep Maqashid Syariah Menurut al-Syatibi, Jakarta, PT Raja Grafindo, Persada, 1996
Taqiyuddin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam,Surabaya, Risalah Gusti, 1996



[1] Adiwarman Azwar Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Ed., 2, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 231.
[2] Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (jil., 5, Cet. Ke-1, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), hal. 1686.
[3] Adiwarman Azwar Karim,Op., Cit, hal. 232.
[4] Ibid., hal. 1687.
[5] Adiwarman Azwar Karim, Op., Cit, hal. 234.
[6] Asafri Jaya Bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut al-Syatibi, (Jakarta: PT Raja Grafindo, Persada, 1996), hal. 71.
[7] Adiwarman Azwar Karim, Op., Cit, hal. 235.
[8] Ibid, hal. 238.
[9] Ibid
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Taqiyuddin Al-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif: Perspektif Islam, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), hal 46.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar